cerpen sirih kembang



SIRIH KEMBANG
                                                        Karya: Febrianiko Satria
Oii tajuk kembang kembang balai
Balai kembang tanggo turun bumi setapak langit lebam payo
Rindu aii petanjak 1

Bambang berteriak keras dalam kegelapan. Dalam angan-angannya terus berputar berbagai hinaan dan cacian yang ia terima dari teman-teman, tetangga dan masyarakat sekitar. Tubuh Bambang bergetar hebat lalu ia mengaum keras dalam kesunyian. Ia mengalami depresi berat. Bambang sudah tidak tahan menghadapi sakit yang ia derita. Bambang lalu mengambil pisau yang terletak di dapur karena hendak bunuh diri dengan cara menikam jantungnya.
“Akh!” Terdengar teriakan Bambang memecah kesunyian.
***
            Matahari membakar bumi dengan cahayanya yang panas. Di teras rumah itu seorang laki-laki bertubuh kurus, berkulit sawo matang dan berambut tipis sedang menatap langit biru. Air menetes per butir dari matanya. Dalam angannya terbayang semua penderitaannya.
            Lalu terdengar kata-kata kotor dari mulut pria itu. “Anjing, babi!” Selanjutnya ia mengernyitkan dahinya lalu bersiul.
            Sementara gadis mungil yang bernama Nur berdiri di ruang tamu menatap Bambang yang menjadi ayahnya.
            Seorang wanita bernama Najah bertubuh gemuk dan berpakaian daster memeluk gadis mungil itu.
            Nur lalu menatap ibunya lalu bertanya.” Sebenarnya ayah sakit apa, Bu?”
            “Ayahmu terkena Sindrom Tourette.” Jawab Najah yang menjadi ibunya.
            Gadis mungil itu hanya diam tidak mengerti. Ia lalu memakai letak bando yang terlepas dari kepalanya.
***
            Sang Surya menggagahkan dirinya dilangit timur. Sementara suara ayam terus menari-nari indah di udara. Bambang yang sudah lebih dulu bangun membangunkan anaknya, membuat sarapan dan mengantarkan anaknya sekolah serta mengantarkan istrinya pergi bekerja ke kantor.
            Beberapa tahun yang lalu ia mundur dari pekerjaanya sebagai seorang Guru di sebuah sekolah karena ia tidak bisa mengajar sambil mengatasi sakit yang ia derita.
            Langit biru menghiasi panggung langit namun awan tak sedikitpun tampak mau menari menutupi panggung langit. Bambang memanfaatkan cuaca yang begitu cerah ini untuk mencuci dan menjemur pakaian keluarganya.
            Ketika ia menjemur kaos biru miliknya, ia mengalami tics “Peler, hey!” lalu ia tiba-tiba bersiul.
            Dua wanita sedang berjalan di lorong rumah Bambang. Wanita pertama bertubuh gemuk menggunakan daster kuning, berambut keriting dan berkulit hitam. Wanita kedua bertubuh kurus bercelana pendek, berkulit putih, memakai kaos merah jambu dengan ikat rambut berwarna merah jambu saling bertatapan sambil tertawa kecil.
“Kumat lagi penyakitnya. Ih jijik!” Bisik wanita gemuk itu dengan nada ketus.
“Sudahlah. Kita pergi jauh saja dari sini.” Ajak wanita kurus itu.
Kedua wanita itu terus berjalan. Ketika di ujung gang mereka berbelok ke kiri lalu berhenti di sebuah warung.
Bambang tidak menghiraukan apapun perkataan mereka. Ia terus saja menjemur pakaian.
Selesai menjemur pakaian ia pergi berbelanja ke sebuah pasar yang letaknya disebelah Terminal Baru lebih kurang satu kilometer dari rumahnya. Disana ia berbelanja sayuran dan ikan untuk makan keluarganya hari itu.
Semerbak bau ala pasar tradisional menghiasi tempat itu. Sementara suara dagangan dari mulut penjual terus bergema disetiap sudut kios. Suara itu saling bertabrakan satu sama lainnya tanpa berhenti sedikitpun. Suara-suara itu saling berebut konsumen dengan tawaran yang selalu menjanjikan.
Ketika sampai pada sebuah kios cabe ia lalu berhenti dan membeli cabai.
“Cabe sekilo berapa?” Tanya Bambang
“Sembilan puluh ribu saja Pak.” Jawab pedagang cabai yakni seorang wanita bertubuh gemuk.
“Tujuh puluh lah.”
“Janganlah Pak. Ini untungnya juga sedikit.”
“Mahal sekali Mbak.” Lalu tics Bambang kambuh lalu menghina wanita itu.”Pepek!” Selanjutnya ia meludah wajah pedagang wanita itu.
Wanita itu lalu kesal dan memarahi Bambang. “Dasar Babi! Kalau tidak bisa beli mendingan pergi saja sana! Hus! Pergi!”
“Maaf Mbak saya tidak sengaja. Tadi penyakit saya tadi sedang kambuh. Mohon maaf mbak. Maaf.” Kata Bambang memohon.
Wanita itu lalu memafkan Bambang dan menjual cabainya dengan wajah kusut.
Setelah membeli cabai, Bambang lalu membeli bahan-bahan dapur lainnya. Bambang menelusuri setiap kios yang ada di pasar itu. Disetiap kios ia temui berbagai masalah karena penyakit tourette yang ia derita. Namun hatinya tetap tegar. Selesai berbelanja Bambang pergi ke parkiran motor untuk pulang ke rumah. Ketika berjalan menuju parkiran ia menabrak seorang pria hingga barang bawaan pria itu jatuh. Pria bertubuh atletis, memakai kaos hitam dan jeans biru itu lalu memarahi Bambang.
Saat itu Bambang mengalami tics lagi “Pilat kau!” lalu  ia meminta maaf. “Maaf Pak tadi penyakit Tourette saya kambuh.”
Pria itu sudah terlanjur kesal lalu meninju wajah Bambang. Bambang berusaha menjelaskan bahwa ia tidak sengaja dan ia sedang sakit Tourette. Namun Pria itu tetap terus menghajarnya. Bambang berusaha membela diri dengan turut menyerang pria itu. Perkelahian itu berlangsung sengit dan tak ada satupun yang ingin berhenti. Satpam yang mengetahui adanya perkelahian itu lalu merelai mereka berdua. Bambang lalu di usir dari pasar itu. Bambang lalu pulang ke rumah dengan tubuh penuh luka.
Ketika pulang ke rumah ia disambut oleh istrinya dengan wajah prihatin. Najah lalu membersihkan luka-luka pada tubuh suaminya dengan meneteskan air mata.
***
Matahari tegak lurus dengan Bumi. Sinarnya mendekap bumi dengan sejuta kehangatan. Bambang menjemput Nur dan Najah dengan motornya. Angin terus membelai kulit-kulit keluarga bahagia itu.
Ditengah jalan. Tiba-tiba ada sebuah motor menabrak mobil mobil. Motor itu jatuh ketanah. Sopir mobil itu keluar dan memaki pengendara motor yang masih terluka. Pengendara lainnya pun berhenti mengerubungi Pria berkumis dan Mahasiswi berambut panjang itu.
Bambang yang melihat kejadian itu awalnya berniat menepikan kendaraannya. Namun, Ia segera mengurungkan niatnya karena Ia tahu jika Ia ikut mengerubungi dua orang tadi. Ia malah akan menambah masalah baru. Ia terus memacu motornya meninggalkan kerumunan itu.
***
Derita dan derita terus ia jalani. Berbagai luka ia terima namun ia mencoba untuk terus bertahan. Satu per satu teman-teman menjauhi Bambang karena takut tertular penyakit aneh yang Bambang derita walaupun sebenarnya penyakit itu tidak menular. Kini ia tinggal sendirian dalam sebuah kegelapan yang sunyi yang menyelimuti dirinya dari waktu ke waktu tanpa akhir.
Bambang berteriak keras dalam kegelapan. Dalam angan-angannya terus berputar berbagai hinaan dan cacian yang ia terima dari teman-teman, tetangga dan masyarakat sekitar. Tubuh Bambang bergetar hebat lalu ia mengaum keras dalam kesunyian. Ia mengalami depresi berat. Bambang sudah tidak tahan menghadapi sakit yang ia derita. Bambang lalu mengambil pisau yang terletak di dapur dan hendak bunuh diri dengan cara menikam jantungnya.
Pisau yang berukuran cukup besar itu ia pegang dengan kedua tangannya. Tubuhnya bergetar hebat. Air mata terus bercucuran tanpa henti. Ia masih terbayang berbagai hinaan, cacian dan cemoohan  yang ia terima dari orang-orang disekitarnya. Bambang berteriak keras dan mulai akan menusuk jantungnya.
Najah yang baru pulang kerja kaget dengan apa yang ia lihat. Najah lalu membuang tas dan sepatu yang ia kenakan lalu berlari mengejar Bambang. Najah langsung berusaha merebut pisau itu untuk menghentikan aksi gila Bambang namun Bambang tetap menahan pisau itu lalu membanting Najah hingga jatuh ke lantai. Najah tidak putus asa. Najah mencoba lagi mengambil pisau itu dari tangan Bambang sekuat tenaga. Akhirnya Najah berhasil mengambil pisau itu dan membuangnya jauh dari Bambang.
Setelah Najah membuang pisau itu, Najah lalu memeluk tubuh Bambang erat-erat. “Sayang tolong jangan lakukan hal itu lagi. Jangan tinggalkan aku dan Nur.” Kata Najah sambil menangis tersedu-sedu.
“Tapi sayang aku sudah tidak kuat. Aku dikucilkan semua orang! Aku dibuang! Aku dibilang orang gila!” Kata Bambang meraung dan menangis.”Aku gila! Aku dibilang orang gila! Aku dibuang karena penyakit sialan ini!”
“Tenang masih ada aku dan anak-anak disini. Kami akan selalu bersamamu.” Kata Najah menenangkan.
“Tidak bisa. Hidupku sudah tidak berarti lagi. Aku sudah menjadi sampah bagi kalian semua.” Kata Bambang yang masih menangis.
“Tapi kau sangat berarti bagiku dan anak kita. Tanpa kau kami akan merasa sangat kesepian. Tidak ada lagi yang menemaniku menjalani hari-hari yang indah. Tidak ada lagi yang membimbing Nur untuk menggapai masa depannya yang cerah,” Kata Najah berusaha meyakinkan.
Bambang lalu meraung keras dan menangis dalam pelukan Najah.
***
Untuk mengobati penyakit Sindrom Tourette yang Bambang derita. Najah lalu membawa Bambang berobat serta mengajak Bambang mengikuti berbagai terapi seperti terapi perilaku, psikoterapi, habit reversal, supportive therapy dan berbagai terapi lainnya. Selama menjalani terapi Najah selalu menemani Bambang.
Jambi, 14 Januari 2015
Catatan kaki:
1 Mantra Tajuk Kembang merupakan mantra yang digunakan oleh Suku Kubu (Suku Anak Dalam yang tinggal di Provinsi Jambi) untuk menyembuhkan penyakit dan mengusir roh jahat.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

RS4: Mencontek Di Sekolah (drama)

Naskah drama: Kasih Ibu

Cerpen: Mengejar Cinta Seorang Cowok