(ESAI OPINI) PEMIRA UNJA: SEBUAH TELENOVELA YANG TAK ADA TAMATNYA

PEMIRA UNJA: SEBUAH TELENOVELA YANG TAK ADA TAMATNYA
Oleh: Febrianiko Satria

Akhir-akhir ini Universitas Jambi (UNJA) sedang disibukkan dengan pesta demorasi kampus. Berbagai poster ditempelkan di setiap dinding. Banyak Baliho mulai di dirikan di setiap sudut. Para timsukses pun tak hentinya mempromosikan pasangan idolanya di media sosial. Seolah-olah Pemira seperti Pemilihan Umum yang dilaksanakan  5 tahun sekali.

Seperti tradisi, pada masa kampanye setiap calon mempromosikan berbagai visi dan misi mereka. Mulai dari visi A, visi B dan  visi C lalu lanjut kepada  misi A, misi B dan misi C lalu berakhir pada program-program ketika sudah dilantik. Semua disampaikan dengan sangat santun dan sangat menjanjikan. Tak lupa juga setiap calon tampil dengan wajah yang sangat bersahabat, sangat merangkul seperti saudara kandung yang sudah lama tidak bertemu.

Ketika selesai pemilihan. Perlahan-lahan mulai tampak wajah aslinya. Setelah  hari dan minggu berlalu barulah diketahui calon yang terpilih tidak melaksanakan program yang dijanjikan. Calon yang terpilih mulai memilah-milah mana yang cocok dijadikan sebagai teman dalam menjalankan roda kekuasaan. Golongan yang tidak sejalan mulai ditinggalkan sendirian. Lalu akhirnya golongan ini merutuki diri sendiri karena salah dalam memilih. Mahasis khususnya mahasiswa baru mulai merasa mereka telah ditipu. Mereka baru sadar mereka semakin diperas dengan seminar-seminar yang mendatangkan selebritis nasional namun tidak mendatangkan manfaat. Sama  seperti golongan tadi, mahasiswa hanya bisa merutuk dan ngomel-ngomel sendiri.

Kisah ini hampir mirip dengan percintaan yang sering kita tonton di drama televisi. Dimana ketik pria yang masih jomblo awalnya memberikan gombalan-gombalan mautnya kepada wanita ketika masa pdkt. Lalu ketika wanita jatuh hati, wanita lalu menerima sang pria sebagai pasangan. Selang beberapa minggu jadian mulailah tampak gelagat dari pria. Sang Pria mulai selingkuh dan memanfaatkan wanita sebagai mainan atau pajangan belaka. Aduh tragisnya!

Seringkali penulis mendapatkan nasihat seperti ini: politik kampus itu seperti negara. Tingkat teratas yakni Universitas adalah Presiden, Lalu di fakultas adalah Gubernur, pada jurusan adalah Bupati. Jika sedari mahasiswa saja sudah seperti ini: memberikan janji manis diawal. Berpura-pura baik diawal ketika dilantik ternyata sangat jauh berbeda. Apalagi ketika dewasa dan tenggelam dalam politik sesungguhnya. Kemungkin besar jauh lebih parah daripada masa mahasiswa.

Pada akhirnya penulis seperti halnya mahasiswa biasa lainnya. Hanya bisa berharap dan berharap. Lalu kembali fokus pada tugas yang diberikan dosen setiap harinya ataupun menunggu uang kiriman dari orang tua yang telat diterima. Setelah itu berupaya mendapatkan IP tinggi seperti mahasiswa kebanyakan. Kehidupan perkuliahan berjalan normal seperti biasanya.

Biodata Penulis:

Saya Febrianiko Satria. Lahir di Jambi di bulan yang sama pada 22 tahun yang lalu. Saat ini berstatus sebagai mahasiwa di Universitas Jambi.  Saat ini sedang berusaha keras menyelesaikan skripsi yang tak kunjung selesai.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RS4: Mencontek Di Sekolah (drama)

Naskah drama: Kasih Ibu

Cerpen: Mengejar Cinta Seorang Cowok