Cerpen Soleram Oh Soleram

SOLERAM OH SOLERAM
Karya: Febrianiko Satria

Soleram soleram
Soleram anak yang manis
Anak manis janganlah dicium sayang
Kalau dicium merahlah pipinya
            Ku dengar berkali-kali lagu ini sambil mengingat dirimu Soleram. Wanita penjelmaan bidadari yang turun ke Bumi dalam bentuk manusia. Kecantikan dan tulus hatimu selalu saja meluluhkan setiap lawan jenismu. Aku selalu heran bagaimana caramu meluluhkan hati berbagai pria. Penampilanmu begitu sederhana. Ah mungkin mereka buta soleram sama seperti diriku.
***
            Soleram, pagi ini begitu cerah. Matahari bersinar begitu terang hari ini. Aku yang datang terlebih dahulu, melihat dirimu memarkirkan motor di parkiran. Engkau lalu berlarian kecil meninggalkan parkiran, memasuki gedung perkuliahan, menaiki tangga lalu tergesa-gesa berlari menuju kelas. Sepertinya kautakut sekali dengan dosen killer yang mengajar hari ini. Kau menghampiriku yang sedang berdiri santai di depan pintu.
            “Bapak sudah datang tidak?” tanyamu Soleram.
            Aku lalu menjawab sambil tertawa, “Belum. Bapak itu masih di rumah.”
            Kautampak lesu setelah aku mengatakan hal itu. Kamu tampak kelelahan karena hanya mengejar kuliah hari ini. Setelah itu kaumasuk ke dalam kelas yang dingin karena AC yang hidup. Aku membiarkan kaudidalam sementara aku menatap pemandangan halaman kampus yang dipenuhi pohon dan bunga.
            Kudengar kau membicarakan beberapa tugas yang akan dikumpulkan hari ini ke teman di sebelah tempat dudukmu, “Apa saja tugas hari ini?”
            “Seingatku ada meringkas materi di buku sudah itu Bapak menyuruh buat esai bertema pendidikan. Kausudah mengerjakannya?” tanya lawan bicaramu. Sepertinya suara itu adalah suara Rosnauli, sahabatmu selama kuliah.
            “Ah Alhamdulillah sudah kukerjakan semua. Kalau kau Ros?” tanyamu Soleram.
            “Belum biarlah. Biasanya Bapak itu suka lupa sendiri. Bapak kan biasanya gitu. Hari ini kasih tugas minggu depan sudah lupa,” jawab Rosnauli.
            Kau terus bercakap-cakap dengan Rosnauli. Tidak lama kemudian, satu persatu mahasiswa datang memasuki kelas. Jarum jam terus berputar  mengelilingi angka-angka. Tak terasa sudah dua jam kita menunggu dosen. Kulihat Ari sebagai ketua kelas berdiri di hadapan kita, “Sesuai kesepakatan kita tadi. Kalau Bapak tidak datang kita langsung tinggalkan kelas. Jangan ada satupun yang tinggal dalam kelas biar kompak.”
            Tiba-tiba suasana kelas menjadi riuh. Mahasiswa-mahasiswi mulai sibuk mengemasi tasnya lalu keluar satu dari kelas satu per satu. Beberapa diantara dari mereka merutuki dosen yang tidak datang, sedangkan yang lain sibuk membicarakan film yang baru saja keluar di bioskop. Kulihat kaujuga keluar dari kelas Soleram. Kaulalu berjalan menuju sekretariat himpunan mahasiswa. Aku teringat bahwa ada jadwal rapat tentang pertunjukkan organisasi kita beberapa bulan lagi. Aku langsung menyusulmu menuju sekretariat himpunan mahasiswa itu.
***
            Soleram, hari ini kita latihan untuk pertunjukkan kita yang akan diselenggarakan tiga bulan lagi. Soleram kulihat kaudatang menggunakan motor matic putih. Kauterlihat cantik dengan baju kemeja panjang serta celana panjang berwarna biru. Kau memarkirkan motormu di depan gazebo lalu bergegas menaruh tasmu di tiang-tiang gazebo.
            “Manis banget Soleram hari ini,” gombalku.
            Kau tampak senyum-senyum saja mendengar gombalan dariku. Kau lalu berkata kepadaku, “Maaf Bang Soleram telat tadi ada rapat di kampus.”
            “Tidak apa-apa. Yang penting Soleram manis sudah datang. Lagipula masih banyak yang belum datang,” jawabku.
            “Iya Bang maaf,” balasmu Soleram.
            Soleram kita harus menunggu teman-teman kita yang lain untuk latihan bersama-sama. Waktu terus belalu. Sutradara tampaknya sudah tidak sabar menunggu. Sutradara lalu mengajak kita untuk melakukan pemanasan lalu memulai latihan biasa. Sutradara menyuruhku untuk berganti pemeran menjadi pemeran utama dalam pertunjukkan teater ini. Kini kaumenjadi lawan mainku Soleram. Dalam lakon ini kita menjadi sepasang kekasih. Jujur aku merasa bahagia karena bisa berpasangan denganmu walaupun hanya dalam dunia teater. Kali ini kita memainkan adegan kejar kejaran antar kekasih. Kutatap matamu Soleram. Kedua bola mata itu membuatku lupa dengan dialogku sendiri. Aku menjadi gugup Soleram. Kulihat kau juga mengalami hal yang sama. Kau menjadi lupa gerakan yang semestinya kaulakukan dalam lakon ini. Tanpa sadar kita menjadi tertawa.
            “Coba kalau latihan itu serius. Kau tatap mata Soleram dalam-dalam. Jangan takut!” bentak Sutradara. “Soleram juga ingat blockingnya kemana saja, Tadi kan sudah dikasih tahu pertama jalan kebelakang setelah itu langsung cross kedepan.”
            “Iya bang maaf,” jawabmu Soleram.
Kita melanjutkan kembali adegan kita yang salah. Kumencoba lagi menatap matamu dalam-dalam Soleram. Aku merasakan keteduhan menyelimuti matamu Soleram. Kali ini aku mencoba untuk tidak canggung mengejarmu Soleram. Kita melakukan adegan ini tanpa canggung sama sekali. Tampaknya kita ditakdirkan untuk menjadi pasangan dalam lakon ini. Adegan-adegan terus dilakukan hingga matahari menutup diri dan bulan tampak menunjukkan dirinya. Terpaksa latihan hari ini kita akhiri sampai disini. Sebelum kita menutup latihan kita melakukan rapat. Sutradara menyarankan agar Aku dan kau, Soleram pacaran agar lebih mendalami peran yang sedang kita jalani. Kautampak muram dengan permintaan Sutradara. Sepertinya kautidak setuju dengan permintaan ini. Aku lalu berusaha mengalihkan pembicaraan. Berbagai hal kita bicarakan untuk pertunjukkan kita. Setelah dirasa cukup, latihan ditutup. Kulihat kau segera menuju motormu. Tanpa kusadari ternyata kedua orang tuamu telah menunggumu. Kau lalu pulang menggunakan motormu dengan diiringi motor milik orang tuamu.
***
Semenjak kita dipasangkan sebagai pasangan dalam pertunjukkan ini, aku selalu mengingat namamu Soleram sembari mendengarkan lagu daerah yang mirip dengan namamu. Kuhidupkan setiap waktu lagu Soleram ini di hpku sambil terus menatap fotomu di akun instagram. Aku mulai berusaha untuk mendekatimu. Kumulai dengan hadir disetiap status facebookmu ataupun PM BBMmu. Setiap kubertemu denganmu aku selalu berusaha memujimu. Aku selalu siap membantumu dalam setiap dirimu berada dalam masalah. Sayangnya sangat sulit untuk mendekatimu Soleram. Tidak jarang kegagalan kualami untuk mendekatimu.
Bumi terus berputar Soleram, rasa cintaku terus tumbuh meninggi di setiap detiknya. Pertunjukkan teater kita berjalan dengan sukses Soleram. Banyak penonton yang menyukai pertunjukkan kita. Seminggu  setelah pementasan, kuberanikan diri untuk menyatakan cintamu ketika di kampus.
Kulihat wajahmu begitu ragu. Pelan-pelan kaumenjawab pertanyaanku, “Maaf saya tidak bisa menjadi pacarmu. Dalam Islam kita tidak boleh pacaran. Kauhanya bisa melamarku ketika kaululus kuliah nanti.”
***
Kata-kata yang kauucapkan waktu itu masih terngiang dalam kepalaku. Sejak saat itu kautampak kesal padaku. Sejak saat itu aku jarang melihat senyum manismu. Setiap chat yang kukirimkan seringkali kauabaikan begitu saja. Setiap kita dikelompokkan di setiap tugas kuliah, seringkali kau berusaha menghindariku. Kita yang biasanya makan bersama di kantin kampus. Kini sudah tidak lagi bersama. Kau lebih suka makan sendiri di luar kampus.
Kudengar-dengar dari teman-teman kauikut salah satu organisasi di luar kampus. Kudengar juga kaumenjadi bendahara dalam organisasi itu. Kau tampaknya mulai sangat sibuk. Semakin jarang aku bertemu denganmu. Setiap kali kutanya lewat chat kauhanya mengabaikan begitu saja. Tampaknya kausekarang begitu bahagia dengan kehidupan barumu.
            Soleram, jadwal ujian semester kian mendekat. Kulihat teman-temanmu jurusan teater sedang sibuk mencari aktor untuk dijadikan pemain. Aku yang jurusan kepengarangan seringkali dimintai naskah lakon oleh teman-temanmu. Anehnya aku tidak mendengar kalau kerepotan seperti teman-temanmu. Tampaknya kausangat mandiri sehingga bisa mengatasi semua ini.
            Selesai kuliah mata kuliah Penulisan Naskah dan Skenario kulihat kauberdiri di depan pintu. Tampaknya kausedang menunggu seseorang. Ketika aku mau melangkah pergi kaulangsung mencegatku
            “Ada apa Soleram?” tanyaku.
            “Saya mau minta tolong,” jawabmu Soleram.
“Minta tolong apa?” tanyaku.
 “Kamu ada naskah lakon enggak? Kalau ada saya minta satu ya?” pintamu Soleram.
            “Maaf semua naskahku sudah dipakai semua,” jawabku.
            “Yah, “ katamu Soleram kauterlihat sangat kecewa, “Saya boleh minta tolong lagi gak?”
            “Minta tolong apa?”
            “Saya minta tolong kamu mau bantui jadi aktor untuk ambil nilai penyutradaraan. Soleram susah mencari orang yang mau jadi aktor,” pintamu “Mau ya tolong banget,”
            “Iya. Iya Iya Aku mau kok. Kapan latihannya.”
            “Besok sore kita latihannya di ruang E5. Besok tolong datang ya. Datang ya please.”
            “Iya besok aku datang.”
            Setelah kita membicarakan tentang jadwal ini. Aku langsung pamit undur diri. Di jalan aku bernyanyi riang
            “Satu dua tiga dan empat lima enam tujuh delapan
Kalau tuan dapat kawan baru sayang.
            Kawan lama dilupakan jangan.”
            Aku melirik ke belakang. Kulihat wajahmu begitu kesal mendengar nyanyianku. Tampaknya kau tidak mungkin marah karena kausedang butuh bantuanku.
Jambi, 12 Juli 2016


Cerpen ini adalah adaptasi lagu daerah yakni Soleram asal Riau

pertama kali dipublikasikan di e-campus.fkip,unja.ac.id/beritaktual pada 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RS4: Mencontek Di Sekolah (drama)

Naskah drama: Kasih Ibu

Cerpen: Mengejar Cinta Seorang Cowok