Festival Senaung Berseloko: Bukti Bahwa Masyarakat Desa Senaung Setia Menjaga Benda Bersejarah



Akhir bulan November lalu menarik. Biasanya saya hanya menangisi hujan yang turun setiap sore dan malam hari sembari menyanyikan lagu November Rain dari Guns N' Roses. Kalau beruntung menulis beberapa sajak. Sisanya menatap layar laptop sembari berharap ada Peri datang lalu memberikan keajaiban besok saya wisuda.

Seperti yang anda ketahui Sang Peri melarikan diri setelah melihat saya, makhluk mahasiswa semester tua, hitam, jelek dan jomblo. Dia langsung kabur setelah mengatakan kamu terlalu baik untuk aku. Haduh terlalu.

Hp saya yang sedang sepi kayak kuburan tiba-tiba mendapat undangan untuk menghadiri Festival Senanung Berseloko di Desa Senaung, Kabupaten Muaro Jambi. Tentu  saya merasa senang dengan undangan itu. Siapa tahu dari sana saya bisa mendapat jodoh.

Tapi saya bingung kesana saya harus mengajak siapa. Jangankan mengajak pacar. Kan jomblo gimana caranya mengajak pacar? Ya sudah saya ajak teman. Apa daya ternyata tak ada satu pun yang mau saya ajak. Alhasil saya ke sana sendirian dengan harapan sampai sana saya juga bisa mendapatkan jodoh. (Amin)

Saya ke Festival Senaung Berseloko pada hari Sabtu tanggal 25 November. Itu pun saya kesiangan. Sesampai di sana ternyata sudah mulai acara Pelarian Di Umo. Dari yang saya lihat Pelarian Di Umo ternyata aktifitas masyarakat senaung dalam membersihkan sawah-sawah dari rumput-rumput liar yang mengganggu.

Pembersihan dilakukan dengan alat-alat seperti parang dan alat yang menarik rumput yang tak tahu saya namanya dan lupa pula saya nanya. Selesai dari sana. Kami diajak tur benda-benda bersejarah.
Awalnya saya kira benda-benda bersejarah itu dikumpulkan dalam satu rumah khusus layaknya museum. Ternyata dugaan saya meleset tak jauh beda dengan dugaan cinta saya ke dia yang bertepuk sebelah tangan. Koleksi benda-benda bersejarah justru disimpan di masing-masing rumah penduduk. Suatu hal yang hanya dilakukan masyarakat elit malah dilakukan masyarakat desa.
 

Saya tidak bisa membayangkan bagaimana susahnya menyimpan berbagai benda bersejarah itu di rumah. Pasti begitu sulit mengurusnya. Belum lagi harus membersihkan dengan sangat hati-hati. Ada berbagai benda antik yang berumur ratusan tahun terjaga dengan baik.

Belum lagi harus menjaga hati dari berbagai nafsu agar tidak sembarang menjual benda-benda sejarah. Mereka pasti memiliki ketahanan pendirian yang tangguh terhadap berbagai godaan duniawi sehingga setia menahan diri demi anak cucu bisa melihat benda-benda bersejarah.

Tentu hal yang sangat sulit itu patut diapresiasi. Pernah saya berdiskusi dengan Profesor dari luar negeri yang pakar bidang manuskrip naskah dan sejarah ketika beliau mengunjungi Jambi sekitar sebulan yang lalu.

Profesor itu mengatakan bahwa menjaga benda bersejarah itu begitu sulit. Tak jarang berbagai benda bersejarah itu justru dijual ke luar negeri bahkan dalam museum pun tak jarang benda bersejarah itu dibuat duplikat dan benda aslinya dijual keluar negeri. Di sini saya kembali membayangkan masyarakat desa yang tetap teguh menjaga benda-benda bersejarah. Wih, perjuangan yang luar biasa.

Matahari semakin terik dan azan memanggil. Tur Benda Bersejarah selesai sudah. Saya lalu pulang ke kampus. Dalam perjalanan saya masih berdoa semoga setelah festival ini atau pun ketika tulisan ini dipublikasikan mereka tetap setia menjaga benda-benda bersejarah. Semoga mereka ditetap teguhkan pendirian mereka dan semoga benda-benda bersejarah itu tetap aman. Amin.

Pertama diterbitkan di IMC  Campus https://campus.imcnews.id/read/festival-senaung-berseloko-bukti-bahwa-masyarakat-desa-senaung-setia-menjaga-benda-bersejarah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RS4: Mencontek Di Sekolah (drama)

Naskah drama: Kasih Ibu

Cerpen: Mengejar Cinta Seorang Cowok