CERPEN TIRAI

TIRAI
karya: Febrianiko Satria


Rumah itu berubah menjadi laksana rimba. Teriakan dan rintihan selalu terdengar menghiasi rumah ini. Jemari kecil menangis melihat perkelahian antar penguasa rimba yang semakin sengit. Jemari kecil tidak bisa berbuat berbuat apa-apa, Dia hanya bisa menangis dalam kesunyian

***

            Thalib, pria bertubuh kurus, berambut pendek dan berwajah polos sedang duduk sambil menonton video dari smartphonenya. Dihadapannya Mutia, wanita berkulit putih, berambut panjang dan berwajah manis sedang duduk dengan wajah penuh penyelasan.
Sabar bertanya ke Mutia dengan nada santai “Sudah berapa kali kau tenggalam dalam pria sebelum aku menikahimu dihadapan penghulu?”
            Mutia kaget mendengar pertanyaan dari Tholib. Mutia terbata-bata menjawab pertanyaan Tholib. “Tidak banyak hanya beberapa orang saja.” Mutia lalu melanjutkan. “Tapi itu hanya masa laluku saja. Sekarang aku tidak mengulanginya.”
 “Masa lalu ya memang masa lalu. Seandainya jika kau berada dalam posisiku menikmati getah dari berbagai masa lalu kelam pasangannya. Apa yang akan kau rasakan?” Tholib lalu berdiri dari tempat duduknya. Lalu memandangi foto pernikahan mereka yang tergantung di dinding.
“Aku minta maaf, Sayang. Maafkan aku atas kesalahan masa laluku.”
Thalib lalu melihat Mutia dengan wajah penuh amarah. “Maaf lagi maaf lagi teruslah kau minta maaf atas masa lalumu! Aku heran, apa yang membuatmu bisa tenggelam dalam pelukan mereka? Apa karena mereka sangat tampan atau mereka sangat kaya? Sampai-sampai kau memberikan hal yang menjadi hak suamimu?”
Mutia tidak menjawab ia hanya duduk dan menangis. Thalib tertawa seolah-olah dia tidak percaya dengan apa yang telah ia alami. “Hahaha. Sejak dulu aku tidak percaya dengan konsep cinta yang dilakukan oleh anak-anak muda pada zamanku dulu. Baru pacaran saja sudah memanggil ayah-bunda. Mesra sekali sampai-sampai perilaku mereka benar-benar mirip ayah bunda. Entah berapa lelaki yang kau panggil ayah sebelum kau bertemu denganku. Entah sebanyak apa tingkah laku yang kau lakukan pada masa lalu. Kini melihat apa yang kau lakukan melalui handphone ini . Sangat menarik. Dunia memang sangat adil untuk aku manusia yang tidak tahu apa-apa.”
Mutia lalu bangkit dan berlutut dihadapan Tholib. “Maafkan aku, Sayang. Maafkan semua kesalahanku.”
“Tidak perlu kau berlutut. Semua dosamu tidak akan pernah mengembalikan semua yang menjadi hakku!” Thalib lalu menendang Mutia lalu masuk ke kamar. “Sekarang kau tidur diluar! Kau kenangkan saja semua yang kau lakukan bersama pacarmu dulu!”
***
Matahari menyelumuti dengan sejuta kehangatan. Suara mobil dan motor lalu lalang menghiasi jalan di perumahan itu. Mutia baru saja pulang kerja. Ia pulang dengan mengendarai motor matic dengan wajah ceria. Dari perutnya, Dia tampak sedang mengandung anaknya yang baru berusia 4 bulan.
Setelah sampai, Mutia lalu memarkan motornya di teras. Tiba-tiba dia dikagetkan dengan seorang gadis cantik, berambut pendek dan berpakaian putih abu-abu keluar dari rumahnya. Gadis itu tertawa centil lalu pergi begitu saja. Mutia tidak habis pikir dengan tingkah laku gadis itu yang pergi tanpa permisi. Mutia mengetuk pintu dan mengucapkan salam, lalu Dia masuk ke rumah.
Ketika Mutia masuk ke rumah. Dia menemukan Tholib duduk menggunakan sarungnya. Mutia lalu curiga dengan Tholib.
“Kenapa cewek SMA tadi datang ke rumah?”
Thalib hanya menjawab dengan santai. “Oh cewek tadi. Dia hanya anak muridku. Anak itu bermasalah karena dia sangat jarang hadir. Apalagi dia siswi paling bodoh di sekolah jadi  nilainya jelek semua akhirnya dia terancam tidak naik kelas. Anak itu menemuiku dan menanyakan bagaimana solusinya. Kupinta saja dia melayaniku seharian ini. Setelah puas, kukatakan saja kalau dia sudah naik kelas.” Thalib lalu tertawa sendiri mengenang gadis SMA tadi.
Stelah mendengar penjelasan dari Thalib, Mutia menangis. Ia tidak menyangka kalau Thalib telah mengkhianatinya. “Kenapa... kenapa kau tega melakukan hal ini kepadaku?”
“Hah tega?” tanya Thalib sambil tertawa “Anggap saja ini penebusan terhadap apa yang tak dapat kumiliki darimu.” Thalib lalu masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian.
***
            Mentari berganti bulan, musim kemarau sirna diganti musim hujan. Waktu berlalu dengan cepat. Tak terasa anak Mutia dan Thalib kini menginjak usia 4 tahun. Usia dimana anak sedang lucu-lucunya, ingin bermain dimana saja dan kapan saja tanpa mengenal waktu. Meskipun anak mereka sudah besar, tetapi tidak menghentikan perilaku Thalib. Perilaku Thalib masih tidak berubah. Setiap hari ada saja gadis SMA keluar masuk rumahnya. Entah itu karena siswi itu mau ataupun dipaksa oleh Thalib sendiri. Setiap ditanya, Thalib dengan santai menjawab itu untuk mengambil hak yang harusnya ia dapatkan. Tidak jarang orang tua siswi tadi menuntut pertanggung jawaban dari Thalib, tetapi tetap saja Thalib membiarkan orang tua siswi itu protes tanpa mendengarkan mereka sama sekali. Seringkali, Mutia mendapat sindiran dari tetangga-tetangga sekitarnya. Pernah sekali, keluarga mereka mendapat teguran dari Ketua RT karena masyarakat kian resah dengan perilaku Thalib, tetapi Thalib tidak menghiraukan teguran. Thalib tetap mengikuti hawa nafsunya demi mencapai kepuasan dunia.
            Siang itu, Mutia sudah tidak tahan lagi dengan gosip-gosip dari tetangganya. Mutia lalu protes ke Thalib.
“Ayah kenapa ayah melakukan itu terus? Apakah Ayah tidak tahu tetangga kita mulai menjauhi kita. Mereka menganggap rumah ini tidak beres. Mereka menganggap kalau rumah ini sarangnya dosa. Apa Ayah belum sadar-sadar juga? Apa Ayah tidak kasihan dengan anak kita yang sudah besar melihat setiap hari cewek–cewek SMA berlalu lalang keluar masuk rumah. Ayolah Ayah hentikan segera kelakuan Ayah!” Kata Mutia
“Terus dosa-dosamu di masa lalu itu bagaimana? Apa harus ku ampuni? Apa kau tidak merasakan apa yang aku rasakan selama ini? Mereka hanyalah pelarianku dari apa yang tak pernah bisa kudapat darimu!” balas Thalib dengan penuh amarah.
“Sudah bertahun-tahun berlalu. Masih saja Ayah mementingkan rasa sakit hati Ayah dibandingkan yang lainnya.” Balas Mutia dengan penuh amarah.
“Diam kamu!” Thalib lalu menampar wajah Mutia hingga terjatuh ke lantai. “Dasar sialan!” Thalib lalu menendang dan menyiksa Mutia. Mutia tidak berdaya melawan Thalib. Wajah Mutia biru dihajar oleh Thalib.
            Sejak kejadian siang itu, rumah tangga mereka selalu dipenuhi perengkaran. Rumah itu berubah menjadi laksana rimba. Teriakan dan rintihan selalu terdengar menghiasi rumah ini. Jemari kecil ini menangis melihat perkelahian antar penguasa rimba yang semakin sengit. Jemari kecil tidak bisa berbuat berbuat apa-apa, Dia hanya bisa menangis dalam kesunyian
            Terkadang Mutia berpikir bisa saja Dia minta cerai suaminya itu, tetapi ketika Dia melihat anaknya yang masih kecil dia menjadi kasihan. Dia takut anaknya tumbuh tidak seperti anak-anak yang lain karena memiliki orang tua yang tidak lengkap. Mutia berusaha bertahan menghadapi masalah yang dia terima.
***

            Sang Surya masih setia mendekap Bumi dengan kehangatan. Siang itu bapak-bapak mengawasi rumah Thalib kalau-kalau ada gadis SMA yang masuk ke rumah Thalib. Benar saja, tidak lama kemudian gadis SMA, memakai rok pendek, berambut panjang dan berkulit putih masuk ke dalam rumah Thalib. Gadis SMA itu santai saja masuk tanpa sadar kalau dia telah diawasi. Perlahan-lahan Bapak-bapak di RT itu berkumpul di sekitar rumah tersebut. Setelah terkumpul semua, Bapak-bapak siap siaga di posisi masing-masing menunggu aba-aba untuk masuk.
            Pak RT memberi aba-aba untuk masuk. Semua pintu didobrak dan semua jendela dicongkel. Bapak-bapak menyerbu masuk ke dalam rumah dan menangkap basah Thalib. Thalib dihajar habis-habisan lalu dibawa keluar rumah untuk mempermalukan Thalib. Thalib lalu di arak oleh Bapak-bapak menuju kantor polisi.
            Mutia baru saja pulang di kantornya. Dia begitu kaget suaminya diarak oleh warga sekitar. Mutia lalu pergi menyusul arak-arakan itu.


Pertama kali dipublikasikan di http://e-campus.fkip.unja.ac.id/beritaaktual/berita-tirai.html#ixzz4mPhAfvNd tanggal 22 Desember 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RS4: Mencontek Di Sekolah (drama)

Naskah drama: Kasih Ibu

Cerpen: Mengejar Cinta Seorang Cowok