TARIAN RUMAH
Karya:
Febrianiko Satria
Sedari awal aku tiba di rumah ini. Aku
begitu heran dengan tingkah lakunya. Dia begitu pendiam tanpa banyak berbicara.
Di rumah ini pun dia tidak begitu banyak memerintahku untuk melakukan ini dan
itu. Dia hanya duduk dan melamun seharian. Sesekali dia terihat berbicara
ketika dia ingin berangkat kerja. Hanya itu saja. Tak ada yang lain!
Awalnya
aku hanya diam-diam saja. Harap maklum, aku hanya babu di rumah ini. Seorang
babu tentu tidak pantas mengurus dan banyak tanya kehidupan sang majikan.
Bahkan kata Bude yang menawarkan pekerjaan rendahan ini kepadaku juga memintaku
untuk tidak banyak mengomel tentang majikan. Kalau dia nyuruh ini ya cukup di
kerjakan. Tidak perlu banyak membantah atau menggerutu di belakangnya.
Tapi,
ya lama-lama aku penasaran juga dengan ini semua. Gimana tidak penasaran.
Setiap hari ya begini terus. Dia tidak banyak bicara. Aku jadi sering dibuat
bingung harus melakukan apa. Lama kelamaan aku merasa seperti baby sitter yang
mengurus orang dewasa.
Daripada
penasaranku semakin bertambah sebaiknya aku bertanya pada para tetangga di kiri
dan kanan rumah. Tapi sebaiknya jangan ku tanya mereka. Mereka tidak ubahnya
dengan majikanku ini. Sama-sama memiliki keuangan jauh diatasku. Lebih baik aku
bertanya pada pembantunya saja. Biasanya juga setiap orang yang kaya memiliki
pembantu di rumahnya.
“Saya
juga kurang tahu tentang Bapak itu. Bapak itu baru pindah beberapa bulan yang
lalu kesini. Bukannya kamu sebagai pembantunya sendiri harusnya tahu tentang
siapa sebenarnya Bapak itu?” kata pembantu sebelah yang malah bertanya balik.
Aku
hanya menggeleng kepala saja karena aku juga tidak tahu apa-apa. Akupun juga
baru tahu bahwa laki-laki yang menjadi majikanku saat ini baru saja pindah
kesini. Tak heran banyak yang tidak tahu siapa dirinya sebenarnya. Jika aku
bertanya kepada pembantu yang lainpun rasanya tidak akan jauh beda. Mereka
pasti juga tidak tahu.
Hari
ini adik perempuannya berkunjung ke rumah. Katanya sih dia ingin menikmati
liburan di Kota yang terkenal dengan pendidikannya ini. Tingkah adiknya yang
lucu dan ceria itu membuat laki-laki yang menjadi majikanku sedikit ceria.
Sepertinya dia bisa mengatasi berbagai kemuraman hidup yang dialami lelaki yang
menjadi majikanku.
Ketika
lelaki itu kembali bekerja aku memberanikan diri untuk bertanya tentang siapa
sebenarnya laki-laki yang menjadi majikanku ini.
“Dulu
dia adalah lelaki biasa. Tak jauh berbeda denganmu,” kenang adiknya. “Dia
datang ke kota ini hanya bermodalkan nekat saja. Awalnya dia ingin
menyelesaikan pendidikan Megisternya disini. Namun hal itu tidak mudah.
Ditambah ekonomi kami juga sama-sama susah,” kini dia berbicara semakin pelan.
“Dia
pernah bilang kepadaku bahwa dia jatuh cinta pada wanita penari yang cukup
cantik dikota ini. Katanya wanita itu satu kampus dengan dirinya. Dia lalu
mencoba menikah dengan wanita itu. Sekitar jalan enam bulan dia menjalin
pernikahan dengan wanita itu. Namun, tiba-tiba wanita itu kabur dari rumah.
Kudengar-dengar istrinya tidak tahan dengan himpitan ekonomi yang mereka alami.
Hal ini sepertinya membuat dirinya terpukul. Sejak saat itu aku tidak pernah
mendengar dia menjalani hubungan dengan wanita lainnya,” kenang adiknya.
Barulah
aku tahu siapa sebenarnya lelaki yang menjadi majikanku ini. Ini pula yang
menjawab pertanyaanku yang lainnya. Kenapa tidak ada istri di rumah ini dan
kenapa tidak ada anak-anak tinggal di rumah ini. Semuanya memiliki alasan jelas
karena majikanku masih sakit hati. Meskipun dia masih muda, dia tidak mau
mencoba menjalin hubungan dengan wanita lain. Ternyata begitu.
Esok
harinya adik perempuan dia lalu pulang ke rumah. Majikanku sendiri yang
mengantarnya sampai ke bandara. Setelah pulang adiknya itu, kini suasana rumah
ini kembali muram kembali.
Tengah
malam, diam-diam aku mengendap ke kamarnya. Kulihat dia hanya tertidur sama
seperti anak lelaki kecil yang memeluk gulingnya. Aku lalu menyingkirkan guling
itu dan membiarkan tubuhku dipeluk oleh lelaki yang menjadi majikanku ini. Aku
tahu ini adalah hal yang berdosa. Namun aku kasihan dengan lelaki ini.
Setidaknya dengan kehadiranku malam ini disisinya bisa mengobati rasa kesepian
yang selama ini ada dalam hatinya.
Aku
terbangun dari tidurku oleh bujukan lembut. Aku lihat lelaki yang menjadi
majikanku telah bangun sedari tadi. Sontak aku menjadi ketakutan setengah mati.
Takut kalau-kalau dia memarahiku, memecatku dan mengusirku dari rumah ini.
Kalau itu terjadi, maka habislah aku. Aku tidak tahu lagi harus pergi bekerja
dimana.
Anehnya
dia tidak melakukan itu. Dia hanya tersenyum melihatku. Aku menjadi semakin
bingung tidak tahu harus melakukan apa.
“Kau
akhirnya tahu semuanya ya?” tanya Majikanku.
“Iya
begitulah, Pak,” jawabku gugup.
“Tidak
apa-apa. Apa yang kau lakukan semalam tida akan kuberi hukuman apapun. Aku
malah ingin berterima kasih kepadamu. Ternyata masih ada wanita lain yang masih
mau memperhatikanku. Aku juga minta maaf selama ini aku hanya mendiamkan
dirimu,” katanya pelan sambil menatap mataku.
Mendengar
hal itu aku menjadi menangis. Sebagai wanita muda aku tentu terharu dengan
ucapan lelaki ini. Aku lalu mendekatkan diriku kepadanya lalu memeluknya. Aku
lalu menangis di pundaknya.
“Kenapa
menangis?” tanya dia heran.
“Tidak
ada apa-apa, Pak,” jawabku.
Aku
lalu nekat mencium bibirnya. Aku rebahkan lelaki itu dalam pelukanku. Aku
berikan kepadanya kehangatan yang seharusnya dia dapatkan dari wanita yang
menjadi miliknya. Aku berikan kehangatan yang seharusnya kuberikan kepada
suamiku kelak. Namun malah kuberikan kepada lelaki ini. Semalam itu aku dan dia
tertawa menikmati kehangatan dunia. Walaupun hanya semalam. Setidaknya itu
membuat kenangan manis untukku dan dirinya.
***
Sejak
hal menyenangkan – menurutku terjadi malam itu. Semuanya mulai terasa berubah.
Lelaki yang menjadi majikanku mulai belajar tersenyum, baik itu kepadaku
ataupun kepada orang lain. Diapun juga mulai belajar menggombalku walau
gombalannya terkesan masih sangat membosankan. Namun diantara itu semua hal
yang paling kusyukuri adalah naiknya gajiku. Bahkan dia sempat menawarkanku
untuk lanjut kuliah tetapi tetap bekerja padanya. Tawaran ini tentu saja
kuterima. Wajar-wajar saja hal itu kuterima, ini semua karena tugasku sendiri
bertambah. Mulai dari mengurus rumah, memasak di dapur, hingga mengurus
kehangatan kasurnya pada malam hari. Meskipun harus kuakui untuk urusan yang
terakhir kulakukan atas kemauanku sendiri.
Diam-diam
dia mulai menyukaiku. Kami semakin dekat. Tidak jarang kami menghabiskan waktu
diluar rumah. Pernah pula aku dibawanya berlibur hanya berdua di villa miliknya
di Puncak. Disana kami menikmati keheningan jauh dari hiruk pikuknya kota.
Selain itu tentu saja menikmati kebersamaan yang intim. Aku akui dia orangnya
romantis, Dia memperlakukanku sangat istimewa. Aku heran mengapa lelaki sebaik
ini ditinggalkan. Mungkin mantan istrinya itu teralu matrealistis. Dia lupa
bahwa lelaki yang kini begitu mencintaiku ini adalah pria yang sempurna. Ah aku
tidak sedikitpun ingin kebersamaan ini berakhir.
Sayang
sekali kenyataan hidup tidak sama seperti yang biasa kutonton di ftv setiap
siang. Istri lelaki majikanku tiba-tiba pulang ke rumah. Dia lalu meminta maaf
kepada majikanku atas tingkah laku buruknya. Kulihat dia menangis menyesali apa
yang telah terjadi waaupun menurutku itu hanyalah tangisan bombay. Semuanya
sengaja dibuat-buat karena dia baru tahu bahwa kehidupan majikanku telah
membaik. Namun kulihat majikanku terharu. Ini kulihat dari raut mukanya yang
sedih. Dia menoleh keadaku sebentar. Tampaknya dia bingung ingin melakukan apa.
“Beri
aku waktu untuk memikirkan ini. Biar aku memutuskan bagaimana baiknya nanti,”
jawab majikanku kepada istrinya.
Tiga
hari adalah waktu yang diminta majikanku untuk memikirkan ini semua. Setelah
beberapa jam istrinya mengobrol di rumah. Majikanku meminta dia untuk segera
pulang. Majikanku sepertinya ingin memikirkan hal ini sendiri. Awalnya,
istrinya tidak rela karena harus berpisah dengan suami yang lama
ditinggalkannya ini. Namun, majikanku terus membujuknya dengan alasan agar dia
bisa berpikir tenang. Istrinya akhirnya mau pergi dari rumah dan meninggalkan
suaminya
.
.
Kulihat
majikanku begitu bingung karena memikirkan hal ini. Menurutku ini wajar apalagi
jika aku juga dalam posisi yang sama tentu aku juga akan merasa bimbang. Dia
seharian ini hanya duduk diam saja di kamarnya. Aku jadi kasihan. Aku pergi ke
kamarnya lalu kupeluk dia erat-erat dari belakang.
“Ini
begitu sulit untukku,” katanya.
“Aku
yakin, Mas. Akan memilih pilihan yang terbai untuk hidup, Mas” kataku pelan
untuk menenangkannya.
Tiga
hari waktu yang dia pinta akhirnya habis juga. Istrinya lansung pulang ke
rumah. Kulihat dia membawa banyak tas dan koper. Tampaknya dia yakin bahwa suaminya
ini mau menerima kembali dirinya.
“Jadi,
Bagaiamana keputusanmu?” tanya istrinya.
Lelaki
yang menjadi majikanku terdiram. Aku menanti begitu cemas jawaban apa yang akan
dia berikan. Jika dia menerima istrinya kembali sudah pasti istrinya bakal tinggal
dsini dan ada kemungkinan aku akan diusir istrinya jauh dari rumah ini. Jika
dia menolak istrinya tentu aku akan bertahan di rumah ini.
“Kau
tahu perempuan dinilai lelaki ketika dia jatuh dan mau bertahan untuk hidup susah
bersamanya,” jawabnya pelan. Istrinya begitu terkejut mendengar jawaban
Majikanku ini, “Maaf aku tidak bisa hidup dengan wanita yang seperti itu.”
Lanjutnya sigkat.
Jambi, 16 Januari 2018
pertama kali dipublikasikan di puntungkolektif.com tanggal 6 Desember 2018
pertama kali dipublikasikan di puntungkolektif.com tanggal 6 Desember 2018
Komentar
Posting Komentar