TARIAN RUMAH

Karya: Febrianiko Satria




 Gambar oleh Evgen Rom dari Pixabay


Sedari awal aku tiba di rumah ini. Aku begitu heran dengan tingkah lakunya. Dia begitu pendiam tanpa banyak berbicara. Di rumah ini pun dia tidak begitu banyak memerintahku untuk melakukan ini dan itu. Dia hanya duduk dan melamun seharian. Sesekali dia terihat berbicara ketika dia ingin berangkat kerja. Hanya itu saja. Tak ada yang lain!
            Awalnya aku hanya diam-diam saja. Harap maklum, aku hanya babu di rumah ini. Seorang babu tentu tidak pantas mengurus dan banyak tanya kehidupan sang majikan. Bahkan kata Bude yang menawarkan pekerjaan rendahan ini kepadaku juga memintaku untuk tidak banyak mengomel tentang majikan. Kalau dia nyuruh ini ya cukup di kerjakan. Tidak perlu banyak membantah atau menggerutu di belakangnya.
            Tapi, ya lama-lama aku penasaran juga dengan ini semua. Gimana tidak penasaran. Setiap hari ya begini terus. Dia tidak banyak bicara. Aku jadi sering dibuat bingung harus melakukan apa. Lama kelamaan aku merasa seperti baby sitter yang mengurus orang dewasa. 
            Daripada penasaranku semakin bertambah sebaiknya aku bertanya pada para tetangga di kiri dan kanan rumah. Tapi sebaiknya jangan ku tanya mereka. Mereka tidak ubahnya dengan majikanku ini. Sama-sama memiliki keuangan jauh diatasku. Lebih baik aku bertanya pada pembantunya saja. Biasanya juga setiap orang yang kaya memiliki pembantu di rumahnya.
            “Saya juga kurang tahu tentang Bapak itu. Bapak itu baru pindah beberapa bulan yang lalu kesini. Bukannya kamu sebagai pembantunya sendiri harusnya tahu tentang siapa sebenarnya Bapak itu?” kata pembantu sebelah yang malah bertanya balik.
            Aku hanya menggeleng kepala saja karena aku juga tidak tahu apa-apa. Akupun juga baru tahu bahwa laki-laki yang menjadi majikanku saat ini baru saja pindah kesini. Tak heran banyak yang tidak tahu siapa dirinya sebenarnya. Jika aku bertanya kepada pembantu yang lainpun rasanya tidak akan jauh beda. Mereka pasti juga tidak tahu.
            Hari ini adik perempuannya berkunjung ke rumah. Katanya sih dia ingin menikmati liburan di Kota yang terkenal dengan pendidikannya ini. Tingkah adiknya yang lucu dan ceria itu membuat laki-laki yang menjadi majikanku sedikit ceria. Sepertinya dia bisa mengatasi berbagai kemuraman hidup yang dialami lelaki yang menjadi majikanku.
            Ketika lelaki itu kembali bekerja aku memberanikan diri untuk bertanya tentang siapa sebenarnya laki-laki yang menjadi majikanku ini.
            “Dulu dia adalah lelaki biasa. Tak jauh berbeda denganmu,” kenang adiknya. “Dia datang ke kota ini hanya bermodalkan nekat saja. Awalnya dia ingin menyelesaikan pendidikan Megisternya disini. Namun hal itu tidak mudah. Ditambah ekonomi kami juga sama-sama susah,” kini dia berbicara semakin pelan.
            “Dia pernah bilang kepadaku bahwa dia jatuh cinta pada wanita penari yang cukup cantik dikota ini. Katanya wanita itu satu kampus dengan dirinya. Dia lalu mencoba menikah dengan wanita itu. Sekitar jalan enam bulan dia menjalin pernikahan dengan wanita itu. Namun, tiba-tiba wanita itu kabur dari rumah. Kudengar-dengar istrinya tidak tahan dengan himpitan ekonomi yang mereka alami. Hal ini sepertinya membuat dirinya terpukul. Sejak saat itu aku tidak pernah mendengar dia menjalani hubungan dengan wanita lainnya,” kenang adiknya.
            Barulah aku tahu siapa sebenarnya lelaki yang menjadi majikanku ini. Ini pula yang menjawab pertanyaanku yang lainnya. Kenapa tidak ada istri di rumah ini dan kenapa tidak ada anak-anak tinggal di rumah ini. Semuanya memiliki alasan jelas karena majikanku masih sakit hati. Meskipun dia masih muda, dia tidak mau mencoba menjalin hubungan dengan wanita lain. Ternyata begitu.
            Esok harinya adik perempuan dia lalu pulang ke rumah. Majikanku sendiri yang mengantarnya sampai ke bandara. Setelah pulang adiknya itu, kini suasana rumah ini kembali muram kembali.
            Tengah malam, diam-diam aku mengendap ke kamarnya. Kulihat dia hanya tertidur sama seperti anak lelaki kecil yang memeluk gulingnya. Aku lalu menyingkirkan guling itu dan membiarkan tubuhku dipeluk oleh lelaki yang menjadi majikanku ini. Aku tahu ini adalah hal yang berdosa. Namun aku kasihan dengan lelaki ini. Setidaknya dengan kehadiranku malam ini disisinya bisa mengobati rasa kesepian yang selama ini ada dalam hatinya.
            Aku terbangun dari tidurku oleh bujukan lembut. Aku lihat lelaki yang menjadi majikanku telah bangun sedari tadi. Sontak aku menjadi ketakutan setengah mati. Takut kalau-kalau dia memarahiku, memecatku dan mengusirku dari rumah ini. Kalau itu terjadi, maka habislah aku. Aku tidak tahu lagi harus pergi bekerja dimana.
            Anehnya dia tidak melakukan itu. Dia hanya tersenyum melihatku. Aku menjadi semakin bingung tidak tahu harus melakukan apa.
            “Kau akhirnya tahu semuanya ya?” tanya Majikanku.
            “Iya begitulah, Pak,” jawabku gugup.
            “Tidak apa-apa. Apa yang kau lakukan semalam tida akan kuberi hukuman apapun. Aku malah ingin berterima kasih kepadamu. Ternyata masih ada wanita lain yang masih mau memperhatikanku. Aku juga minta maaf selama ini aku hanya mendiamkan dirimu,” katanya pelan sambil menatap mataku.
            Mendengar hal itu aku menjadi menangis. Sebagai wanita muda aku tentu terharu dengan ucapan lelaki ini. Aku lalu mendekatkan diriku kepadanya lalu memeluknya. Aku lalu menangis di pundaknya.
            “Kenapa menangis?” tanya dia heran.
            “Tidak ada apa-apa, Pak,” jawabku.
            Aku lalu nekat mencium bibirnya. Aku rebahkan lelaki itu dalam pelukanku. Aku berikan kepadanya kehangatan yang seharusnya dia dapatkan dari wanita yang menjadi miliknya. Aku berikan kehangatan yang seharusnya kuberikan kepada suamiku kelak. Namun malah kuberikan kepada lelaki ini. Semalam itu aku dan dia tertawa menikmati kehangatan dunia. Walaupun hanya semalam. Setidaknya itu membuat kenangan manis untukku dan dirinya.

***
            Sejak hal menyenangkan – menurutku terjadi malam itu. Semuanya mulai terasa berubah. Lelaki yang menjadi majikanku mulai belajar tersenyum, baik itu kepadaku ataupun kepada orang lain. Diapun juga mulai belajar menggombalku walau gombalannya terkesan masih sangat membosankan. Namun diantara itu semua hal yang paling kusyukuri adalah naiknya gajiku. Bahkan dia sempat menawarkanku untuk lanjut kuliah tetapi tetap bekerja padanya. Tawaran ini tentu saja kuterima. Wajar-wajar saja hal itu kuterima, ini semua karena tugasku sendiri bertambah. Mulai dari mengurus rumah, memasak di dapur, hingga mengurus kehangatan kasurnya pada malam hari. Meskipun harus kuakui untuk urusan yang terakhir kulakukan atas kemauanku sendiri.
            Diam-diam dia mulai menyukaiku. Kami semakin dekat. Tidak jarang kami menghabiskan waktu diluar rumah. Pernah pula aku dibawanya berlibur hanya berdua di villa miliknya di Puncak. Disana kami menikmati keheningan jauh dari hiruk pikuknya kota. Selain itu tentu saja menikmati kebersamaan yang intim. Aku akui dia orangnya romantis, Dia memperlakukanku sangat istimewa. Aku heran mengapa lelaki sebaik ini ditinggalkan. Mungkin mantan istrinya itu teralu matrealistis. Dia lupa bahwa lelaki yang kini begitu mencintaiku ini adalah pria yang sempurna. Ah aku tidak sedikitpun ingin kebersamaan ini berakhir.
            Sayang sekali kenyataan hidup tidak sama seperti yang biasa kutonton di ftv setiap siang. Istri lelaki majikanku tiba-tiba pulang ke rumah. Dia lalu meminta maaf kepada majikanku atas tingkah laku buruknya. Kulihat dia menangis menyesali apa yang telah terjadi waaupun menurutku itu hanyalah tangisan bombay. Semuanya sengaja dibuat-buat karena dia baru tahu bahwa kehidupan majikanku telah membaik. Namun kulihat majikanku terharu. Ini kulihat dari raut mukanya yang sedih. Dia menoleh keadaku sebentar. Tampaknya dia bingung ingin melakukan apa.
            “Beri aku waktu untuk memikirkan ini. Biar aku memutuskan bagaimana baiknya nanti,” jawab majikanku kepada istrinya.
            Tiga hari adalah waktu yang diminta majikanku untuk memikirkan ini semua. Setelah beberapa jam istrinya mengobrol di rumah. Majikanku meminta dia untuk segera pulang. Majikanku sepertinya ingin memikirkan hal ini sendiri. Awalnya, istrinya tidak rela karena harus berpisah dengan suami yang lama ditinggalkannya ini. Namun, majikanku terus membujuknya dengan alasan agar dia bisa berpikir tenang. Istrinya akhirnya mau pergi dari rumah dan meninggalkan suaminya
.
            Kulihat majikanku begitu bingung karena memikirkan hal ini. Menurutku ini wajar apalagi jika aku juga dalam posisi yang sama tentu aku juga akan merasa bimbang. Dia seharian ini hanya duduk diam saja di kamarnya. Aku jadi kasihan. Aku pergi ke kamarnya lalu kupeluk dia erat-erat dari belakang.
            “Ini begitu sulit untukku,” katanya.
            “Aku yakin, Mas. Akan memilih pilihan yang terbai untuk hidup, Mas” kataku pelan untuk menenangkannya. 
            Tiga hari waktu yang dia pinta akhirnya habis juga. Istrinya lansung pulang ke rumah. Kulihat dia membawa banyak tas dan koper. Tampaknya dia yakin bahwa suaminya ini mau menerima kembali dirinya. 
            “Jadi, Bagaiamana keputusanmu?” tanya istrinya.
            Lelaki yang menjadi majikanku terdiram. Aku menanti begitu cemas jawaban apa yang akan dia berikan. Jika dia menerima istrinya kembali sudah pasti istrinya bakal tinggal dsini dan ada kemungkinan aku akan diusir istrinya jauh dari rumah ini. Jika dia menolak istrinya tentu aku akan bertahan di rumah ini.
            “Kau tahu perempuan dinilai lelaki ketika dia jatuh dan mau bertahan untuk hidup susah bersamanya,” jawabnya pelan. Istrinya begitu terkejut mendengar jawaban Majikanku ini, “Maaf aku tidak bisa hidup dengan wanita yang seperti itu.” Lanjutnya sigkat.

Jambi, 16 Januari 2018

pertama kali dipublikasikan di puntungkolektif.com tanggal 6 Desember 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RS4: Mencontek Di Sekolah (drama)

Naskah drama: Kasih Ibu

Cerpen: Mengejar Cinta Seorang Cowok